Senin, 21 November 2016
Tah, ayeuna mah da Pèsta Sastra Sunda tos rèngsè, uing seja tatan-tatan dina raraga janten pamilon "Europalia Arts Festival", badè maca sajak Sunda di Belgia sareng Walanda. Miang ka ditu kaping 23 Oktober. Sakedap deui, Lur! Kedah olah raga heula supados benteng maca sajakna. Kedah gembul heula supados ieu awak rada beuneur. Singgetna mah kedah daria tataharna da di ditu bilih ngisinkeun
Itulah status yang ditulis penyair Sunda Godi Suwarna di akun facebook-nya pada 13 Oktober 2017. Penyair Sunda asal Ciamis tersebut menjadi salah satu delegasi Indonesia yang akan tampil di Europalia Arts Festival pada 23 Oktober 2017.
Selain Godi Suwarna, para sastrawan yang turut dalam delegasi di antaranya terdapat nama menyerupai Ayu Utami, Iksaka Banu, Lily Yulianti Farid, Margareta Astaman, dan Zubaidah Djohar. Sementara para musisi Indonesia yang pentas di sana di antaranya David Tarigan, DJ Bayu, Filastine, Jogja Hip Hop Foundation, Karinding Attack, Mataniari, Saluat Dendang, Svara Samsara, juga Voice of Papua.
Di bidang seni pertunjukan, delegasi Indonesia menghadirkan seniman tari dan seni pertunjukan menyerupai Darlene Litaay, Eko Supriyanto, Fitri Setyaningsih, I Gede Radiana Putra, Nani Topeng Losari, Otniel Tasman, Saman Gayo, Teater Garasi, Aural Archipelago, dan Silek Tuo.
Selama empat bulan, dimulai 10 Oktober 2017 hingga dengan 21 Januari 2018, sebanyak 486 seniman dan budayawan Indonesia akan unjuk kebolehan di tujuh negara Eropa, di antaranya Inggris, Perancis, Jerman, Belanda, Belgia, Austria dan Polandia.
Pameran arterfak
Selain pertunjukkan seni tari, musik dan teater, diplomasi budaya Indonesia dalam Europalia 2017 akan memamerkan banyak sekali artefak yang dibutuhkan dapat menunjukkan gambaran perihal sejarah kebudayaan nasional yang sangat kaya dan tak ternilai. Setidaknya 400 artefak yang dipinjam dari Museum Nasional Indonesia, museum-museum di daerah, hingga koleksi eksklusif menjadi andalan dalam festival “Ancestors and Rituals”, festival “Archipel”. Selain itu, Indonesia juga memamerkan arsip dan karya seni rupa di dalam gelaran “Power and Other Things”.
Pameran “Ancestors and Rituals” yang diselenggarakan di Bozar, Brussels, Belgia menampilkan aneka ragam artefak yang berasal dari zaman pra-sejarah; zaman Hindu-Budha; dan zaman Islam, kolonialisme dan kemerdekaan. Sebagai bangsa yang yang menghargai sejarah, masyarakat Indonesia memiliki cara berbeda-beda untuk mengungkapkan kedekatan kekerabatan dengan nenek moyang dan cara menghormati leluhur. Bukan dimaksudkan untuk menampilkan hal-hal yang bersifat magis, kuno atau primitif, namun festival ini menjadi sarana untuk menunjukkan kearifan lokal masyarakat Indonesia.
Pameran kebesaran kelautan Nusantara
Pameran “Archipel” yang memamerkan kebesaran budaya kelautan Indonesia diselenggarakan di La Boverie, Liege, Belgia. Pameran ini mencerminkan gugusan-gugusan pulau khatulistiwa yang disatukan oleh laut, kekerabatan antarpulau terwujud dalam banyak sekali teknologi perkapalan, pengetahuan navigasi, serta aneka ragam tradisi. Pameran ini akan dibagi ke dalam beberapa struktur, di antaranya Maritime Nation; Trade Route Unite the Nation; Nusantara-India Maritime Kingdom; Maritime in the Central of Archipelago; Padrao, Marking the Entrance of European Culture; Astronomy and Maritime; Mode of Transportation; Maritime Ethnic Groups.
Pameran seni rupa modern dan kontemporer Indonesia bertajuk “Power and Other Things” diikuti 11 seniman Indonesia dan empat seniman internasional. Diadakan juga di Bozar, Belgia, festival ini dibagi dalam tiga bagian, yakni adegan pertama menghadirkan karya dari periode 19 hingga awal kemerdekaan yang menunjukkan kompleksitas pertalian identitas dan bangsa. Bagian kedua menampilkan arsip mengenai perkembangan seni rupa Indonesia selama masa pendudukan Jepang (1942-1945) yang menjadi masa-masa genting yang jarang diperiksa dalam kajian sejarah seni rupa Indonesia.
Sedangkan adegan ketiga menghadirkan karya seni kontemporer. Ketiga adegan di dalam festival ini akan mengajak seniman, peneliti, akademisi, untuk memeriksa masa lalu, dan mengajukan proposisi mengenai berbabagi kondisi potensial bagi masa depan yang lebih baik.
Pameran bersama karya arsitektur bertajuk “Lalu, Kini” menghadirkan karya Faisal Habibi dan Eko Prawoto. Komik karya Sheila Rooswita dan mural karya Yudha Sandy juga turut memeriahkan Europalia.
Beberapa film karya anak bangsa diputar di banyak sekali layar sepanjang gelaran Europalia 2017. Film dengan tema perempuan yang diputar di ajang Europalia di antaranya Berbagi Suami (Love For Share), Perempuan Punya Cerita (Chants of Lotus), Siti, Pingitan (Seclusion), Athirah (Mother), Calalai (In Betweeness), Sendiri Dianan Sendiri (Following Diana), Tana Mama (Mama’s Soil), dan Tiga Dara (Three Maidens). Lima film bertema anak yang akan diputar yakni Laskar Pelangi (The Rainbow Troops), Sang Pemimpi (The Dreamer), Jermal, Salawaku, dan Atambua.
Film tema kuliner
Beberapa film dengan tema masakan yang turut diputar, di antaranya Tabula Rasa, Cita-Citaku setinggi Tanah (Stepping On The Flying Grass), dan Banda. Untuk tema arthouse berjumlah dua film menyerupai Opera Jawa (Requiem From Java) dan Postcards From The Zoo. Sedangkan untuk tema religi, terdapat film 3 Doa 3 Cinta (Pesantren: 3 Wishes 3 Loves), Tanda Tanya (?), Lewat Sepertiga Malam (After A Third Of Night), Mencari Hilal (Crescent Moon), dan Bangkit dari Bayangan (Rising from the Shadows).
Nama-nama besar turut terlibat sebagai kurator dari Indonesia, di antaranya yakni Daud A. Tanudirdjo (ancestors), Enin S. & Riksa A. (power and other things), Hikmat Darmawan (comics), Danny Wicaksono (architecture), M. Cahyo Novianto (lecture on city development), Stanley Wangsadiharja (university to university project), Melani Budianta (literature), Nan Achnas (movie), Alia Swastika (contemporary projects), Vita Datau (gastronomy), Sal Murgiyanto (dance), Ubiet Ina Raseuki (music), dan Afrizal Malna (theatre).
Tag :
Kalender Event,
Seni Budaya