Selasa, 15 November 2016
Desa Ciparay, Kecamatan Leuwimunding, Kabupaten Majalengka menggelar syukuran budbahasa Guar Bumi pada hari Minggu, 29 Oktober 2017. Kegiatan desa ini mengambil tema ”Ngarawat Adat, Ngaraksa Kahirupan”. Guar Bumi Ciparay ingin menegaskan kembali pentingnya menjaga tradisi dan budbahasa desa.
Gelaran Guar Bumi Ciparay kali ini dimeriahkan dengan aneka macam program antara lain Doa dan Tahlil Akbar, Napak Tilas Sejarah Cikal Bakal Desa, Helaran dan Ritual Syukuran Adat Guar Bumi berupa gelaran tradisi sedekah bumi dan tawur, karnaval dondang dan tumbak serta karnaval bebegig sawah.
Acara juga dimeriahkan dengan Pagelaran Seni Tradisi dan Budaya Desa, di mana tampil kesenian tari Topeng, Sampyong Calung Genjring dan atraksi sisingaan. Selain itu, digelar pula Pameran Kerajinan dan Kuliner Desa. Seluruh rangkaian program Guar Bumi ditutup dengan Tausiah Kebudayaan dan Pagelaran Wayang Kulit Langen Budaya bersama dengan KH Maman Imanulhaq dan Ki Dalang H Rusdi.
Menyambut isu terkini tanam
Ritual Guar Bumi atau sedekah bumi digelar dengan impian pada isu terkini tanam yang akan datang para petani diberikan hasil panen yang berlimpah. Setiap tahun, tepatnya di awal isu terkini hujan, warga sering berkumpul dan doa bersama meminta keselamatan kepada Sang Pencipta. Sedekah bumi merupakan sebuah ritual perenungan diri bahwa semua insan berasal dari bumi dan hidup di bumi.
Acara ini didukung eksklusif Kementerian Pariwisata RI. Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Nusantara, Esthy Reko Astuti, didampingi Kepala Bidang Promosi Wisata Budaya, Wawan Gunawan, mengatakan bahwa program tersebut merupakan kerja sama antara Kemenpar dengan Pemerintah Kabupaten Majalengka.
Acara ini digelar rutin setahun sekali, tepatnya menjelang awal menanam padi sebelum datang isu terkini hujan. Untuk kegiatan 2017, acaranya dikemas dengan beragam atraksi menarik yang diperlukan menjadi daya tarik wisatawan nusantara dan mancanegara untuk berkunjung ke Majalengka.
Sebelum dimulai, beberapa tokoh masyarakat bersama pemerintah desa (pemdes) melaksanakan ritual terlebih dahulu. Mereka memanjatkan doa dan saling bertukar makananan khas sedekah bumi, yakni ketupat dan lepet-- makanan yang terbuat dari ketan menyerupai lontong.
Sejumlah tari-tarian tradisional juga mengiringi program Guar Bumi, menyerupai Tari Topeng, Sampyong Genjring, dan permainan irama musik Calung. Selain itu, ada juga Pameran Kerajinan dan Kuliner Desa, Napak Tilas Desa, serta jadwal mengunjungi situs peninggalan sejarah Hulu Dayeuh.
Sejarah Desa Ciparay, Majalengka
Pembentukan Desa Ciparay merupakan hasil pemekaran dari Desa Leuwimunding yang disebut dengan nama Hulu Dayeuh. Hulu Dayeuh yaitu terdapat sebuah kerikil yang berbentuk coakan-coakan, menurut dongeng dari Para Sesepuh Balai Desa Ciparay dahulu waktu awal pembentukan Desa Ciparay terletak di RW 02 yang sekarang lokasinya menjadi rumah dan mushola almarhum K Abdul Jalil.
Sementara di RW 01 terdapat makam penyebar Islam dari kawasan Tuban berjulukan Syekh Abu Bakar yang lebih dikenal dengan nama Buyut Bokor. Di RW 06 Dukuh Bahar terdapat Situs Makam Pahlawan yakni di kompleks pemakaman Muara.
Sentra kerajinan renda
Lebih dari 50 persen penduduk Desa Ciparay, Kecamatan Leuwimunding, Kabupaten Majalengka memiliki mata pencaharian sebagai perajin industri kreatif, berupa perajin pakaian, taplak meja, dan kerajinan lainnya yang dibuat dengan cara direnda. Hasil kerajinan tangan warga dikirim ke aneka macam kawasan di luar Pulau Jawa menyerupai Nusa Tengara Timur dan Nusa Tengaha Barat, Kupang, Lombok, Kalimantan, sampai ke Papua.