Review Aksa 7, Film Pendakian 7 Gunung Tertinggi di Indonesia
Setelah sekian lama tidak adanya lagi film indonesia yang bercerita wacana pendakian, di bulan september ini muncul kembali film wacana pendakian dengan format dokumenter. Adalah film berjudul Aksa 7 yang menarik para minat pendaki untuk menonton film yang sudah dipromosikan semenjak tahun 2016 yang lalu ini.
Film ini berformat dokumenter yang dikemas oleh 7 orang pendaki, 7 mata kamera dan berlatar di 7 gunung tertinggi di indonesia (seven Summits Indonesia). Dilihat dari genrenya, film ini memang tanpa script dan yang artinya semua belahan ialah asli.
Pendakian dimulai Desember tahun lalu 2014. Anggotanya ialah Anggi Frisca (30), Jogie Kresna (25), Yohanes Pattiasina (24), Rivan hanggarai (25), Wihana Erlangga (31), dan Teguh Rahmadi (32). Yang menarik, Nadine Chandrawinata, Darius Sinathrya, dan Phio Wihardo berada di balik tim produksi.
Mereka mempunyai misi mengenalkan alam dan budaya Indonesia lewat media film. Menurut mereka, sebagai salah satu kelompok pencinta alam dan pekerja seni harus gembira ber-Indonesia dan akan mengenalkan Indonesia lewat sebuah film dokumenter bertemakan gunung sebagai sumber kehidupan. (Source: KapanLagi)
Selain merekam keindahan alam Indonesia, film Aksa 7 pun merekam keadaan sosial, budaya dan ekonomi masyarakat Indonesia. Saat melaksanakan perjalanan, mereka mengakui bahwa ada banyak hal gres yang mereka temui.
Pada tanggal 8 september kemarin, Tim BM JanganLupaBahagia.com berkesempatan untuk menghadiri program pemutaran film Negeri Dongeng ini di Tangerang City. Untuk itulah, kami akan mereview dari banyak sekali aspek mulai dari kisah dan sinematografi-nya.
Selain merekam keindahan alam Indonesia, film Aksa 7 pun merekam keadaan sosial, budaya dan ekonomi masyarakat Indonesia. Saat melaksanakan perjalanan, mereka mengakui bahwa ada banyak hal gres yang mereka temui.
Pada tanggal 8 september kemarin, Tim BM JanganLupaBahagia.com berkesempatan untuk menghadiri program pemutaran film Negeri Dongeng ini di Tangerang City. Untuk itulah, kami akan mereview dari banyak sekali aspek mulai dari kisah dan sinematografi-nya.
Cerita
Layaknya film dokumenter lainnya, film ini tidaklah ibarat kebanyakan film pendakian berformat drama ibarat film 5cm, Everest, ataupun lainnya. Dari alur kisah tentunya sangat "acak" bagi orang awam. Namun ada beberapa belahan penting dan menarik untuk dipertontonkan.
Kebersamaan, ialah salah satu hal yang paling menarik dari film ini. Layaknya kita kalau sedang mendaki bersama teman-teman, tentunya kebersamaan menjadi hal yang paling menarik. Bahkan banyak dari teman-teman penonton yang menangis alasannya beberapa belahan dari kehangatan 7 pendaki di film ini.
Selain itu, ada juga beberapa cuplikan yang mewawancarai masyarakat yang tinggal di kaki gunung-gunung tersebut. Yang membuat penonton tahu bagaimana rasanya menjadi penduduk yang tinggal di kaki gunung. Tentunya ada hal yang konkret dan negatif. Banyak pelajaran yang mampu diambil dari ini!
Pengetahuan wacana pendakian yang aman dan nyaman tentu menjadi nilai lebih bagi kami para pendaki gunung. 7 Pendaki itu secara tidak pribadi memperlihatkan teladan bagaimana menjaga kenyamanan dan keamanan ketika mendaki.
Kebersamaan, ialah salah satu hal yang paling menarik dari film ini. Layaknya kita kalau sedang mendaki bersama teman-teman, tentunya kebersamaan menjadi hal yang paling menarik. Bahkan banyak dari teman-teman penonton yang menangis alasannya beberapa belahan dari kehangatan 7 pendaki di film ini.
Selain itu, ada juga beberapa cuplikan yang mewawancarai masyarakat yang tinggal di kaki gunung-gunung tersebut. Yang membuat penonton tahu bagaimana rasanya menjadi penduduk yang tinggal di kaki gunung. Tentunya ada hal yang konkret dan negatif. Banyak pelajaran yang mampu diambil dari ini!
Pengetahuan wacana pendakian yang aman dan nyaman tentu menjadi nilai lebih bagi kami para pendaki gunung. 7 Pendaki itu secara tidak pribadi memperlihatkan teladan bagaimana menjaga kenyamanan dan keamanan ketika mendaki.
Sinematografi
Mungkin sudah banyak yang tahu bahwa film dokumenter tidak "senyaman" film drama jikalau ditonton dari kacamatan pengambilan gambar. Yap! Mungkin alasannya peralatan yang tidak disiapkan ibarat ketika produksi film drama, menjadi salah satu penyebab "ketidak-menarikan" itu.
Kalau kau pernah menonton film dokumenter fenomenal "Denok dan Gareng" mungkin kalian akan terheran-heran kenapa film tersebut memenangkan banyak penghargaan, bahkan penghargaan kelas international.
Di awal cuplikan film ini banyak gambar shaking atau bergerak-gerak, yang kadang membuat Tim BM sendiri pusing melihatnya.
Namun semakin jauh cerita, teknik pengambilan gambar semakin membaik alasannya beberapa cuplikan dibantu peralatan yang lebih canggih ibarat drone, DJI Osmo, Stabilizer, dan lainnya.
Namun dari segi grading, menurut kami kurang "konsisten" alasannya pewarnaan berbeda di setiap adegan. Kaprikornus rasanya kurang enak dilihat.
Perlu Nonton atau Tidak?
Tentu saja, YA!. Apalagi kalau kau seorang petualang, tentunya akan menjadi sebuah kewajiban menonton film ini. Banyak pelajaran yang akan kau dapat dari film dokumenter ini. Kebersamaan tentunya menjadi kunci utama kenapa film ini wajib kau tonton.
Berikut ini ialah trailer film 7 Aksa, Negeri Dongeng:
Baca juga:
Catatan Pendakian Gunung Pangrango
